Bawa 35 Kg Sabu, 2 Terdakwa Kasus Narkoba di Bangka Barat Divonis Hukuman Mati, Bukan yang Pertama


BANGKA BARAT -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, menjatuhkan vonis mati kepada dua terdakwa kasus penyelundupan narkoba jenis sabu seberat 35 kilogram.

Kedua terdakwa, Handika alias Dika (26) warga Tempilang Utara, Bangka Barat, dan Sien alias Sien (27) warga Sungai Somor, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dijatuhi hukuman mati pada Kamis (24/10/2024) sore.

Vonis hukuman mati ini, sendiri baru pertama terjadi di Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 

Vonis ini sejalan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bangka Barat, yang sebelumnya juga menuntut hukuman mati bagi kedua terdakwa.

Yuanita, JPU yang juga menjabat sebagai Kasi Pidum Kejari Bangka Barat, menyatakan bahwa majelis hakim sependapat dengan tuntutan mereka.

 "Pidana mati ini sesuai dengan tuntutan kita, hanya ada perbedaan kecil terkait barang bukti mobil yang dikembalikan ke pihak finance," ujarnya.

Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada kedua terdakwa untuk mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak.

"Kami masih menunggu keputusan dari terdakwa apakah mereka akan mengajukan banding atau tidak," tambah Yuanita.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Iwan Gunawan bersama dua hakim anggota, vonis mati dijatuhkan setelah mempertimbangkan beratnya barang bukti narkoba sebesar 35 kilogram.

Jika beredar di masyarakat, sabu-sabu tersebut diperkirakan bernilai Rp 35 miliar dan dapat merusak generasi muda.

Hakim menegaskan bahwa tidak ada hal-hal yang meringankan kedua terdakwa dalam kasus ini, sementara perbuatan mereka dianggap bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan narkotika.


Hukuman Mati bagi Pengedar Narkoba

Hukuman mati merupakan pidana terberat di Indonesia, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Hukuman ini khusus diterapkan kepada pengedar narkoba yang dianggap melakukan kejahatan luar biasa dan mengancam keamanan masyarakat.

Hukuman mati terdapat di dalam sanksi pidana untuk pengedar narkoba karena jika kita lihat hal-hal yang dilakukan oleh pengedar merupakan tindakan kejahatan luar biasa yang mengganggu keamanan warga Negara Indonesia.

Selain itu pengedar juga pada dasarnya pelaku, berbeda dengan pengguna yang bisa di sebut pelaku jika ia ikut memakai dan mengedarannya bisa juga disebut sebagai korban jika ia hanya terpengaruh dan memakai narkoba tersebut.

Penjatuhan hukuman mati ini dinilai sudah tepat untuk menjaga keamanan warga Negara Indonesia.

Selain itu masyarakat juga beranggapan hukuman mati ini sudah tepat dan dapat membantu membrantas pengedaran narkoba di Indonesia.

Akan tetapi dalam penerapannya tidak berjalan seperti yang diharapkan, banyaknya pelaku kejahatan khususnya para produsen, bandar maupun pengedar mendapat keringanan hukuman seperti grasi, putusan peradilan yang meringankan dan lain-lain.


Kasus vonis mati bagi pelaku narkoba bukanlah hal baru di Indonesia. 

Beberapa narapidana kasus narkoba di Indonesia telah menjalani eksekusi mati karena terlibat dalam penyelundupan narkotika dalam jumlah besar.

Berikut adalah daftar narapidana yang dieksekusi mati di Nusakambangan dalam beberapa tahun terakhir:

1. Raheem Agbaje Salami

Raheem Agbaje Salami adalah warga negara Nigeria yang dieksekusi mati pada tahun 2015.

Ia tertangkap memiliki 5 kilogram heroin dan dijatuhi hukuman mati di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.

Sebelum eksekusi, Raheem meminta agar jasadnya dimakamkan di Madiun, Jawa Timur, serta organ tubuhnya didonorkan.

2. Mary Jane

Mary Jane, warga negara Filipina, ditangkap di Bandara Adi Sutjipto pada tahun 2010 karena menyelundupkan heroin seberat 2,6 kilogram.

Nama Mary Jane menjadi terkenal di Indonesia karena kasusnya yang melibatkan penundaan eksekusi mati setelah banyak dukungan publik, namun status hukumnya masih terus dipantau.

3. Andrew Chan dan Myuran Sukumaran

Kasus kedua orang ini dikenal dengan sebutan "Bali Nine". Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, warga negara Australia, terlibat dalam upaya penyelundupan 8,3 kilogram heroin dari Indonesia. Keduanya dieksekusi mati pada 29 April 2015 setelah persidangan yang menarik perhatian internasional.

4. Rodrigo Gularte

Warga negara Brazil, Rodrigo Gularte, juga dieksekusi mati pada tahun 2015 di Nusakambangan.

Gularte kedapatan menyelundupkan 19 kilogram kokain yang disembunyikan di papan selancarnya.

Meskipun ada laporan bahwa Gularte mengalami gangguan mental, hukum tetap dijalankan.

5. Freddy Budiman

Freddy Budiman adalah salah satu gembong narkoba terbesar di Indonesia.

Meskipun sudah tertangkap dan dipenjara pada tahun 1997, ia kembali berurusan dengan hukum setelah terlibat dalam kasus penyelundupan 500 gram sabu pada tahun 2009.

Tidak jera, Freddy bahkan menjalankan operasi narkoba dari dalam penjara dan membangun pabrik sabu.

Pada akhirnya, Freddy dieksekusi mati di Nusakambangan pada 29 Juli 2016.

Kasus-kasus ini menunjukkan betapa tegasnya pemerintah Indonesia dalam memerangi peredaran narkoba, terutama terhadap para pengedar yang mengancam generasi muda dan stabilitas negara.

Sumber:BANGKAPOS.COM

Previous Post Next Post